
101 Kepala Daerah Akan Berakhir 2022, Pengamat Politik: Ada Potensi Kekacauan!
Penulis: Ahmad Richad
TVRINews, Jakarta
Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada serentak yang harusnya digelar tahun ini, ditunda hingga 2024, diprediksi akan menimbulkan kekacauan dalam pengelolaan pemerintah daerah.
Hal itu diungkapkan oleh pengamat politik dari Paramadina Public Policy Insititute (PPPI), Septa Dinata yang mengatakan dari data Kementerian Dalam Negeri ada 101 gubernur, bupati dan walikota akan digantikan oleh penjabat (pj).
“Ratusan daerah akan dipimpin oleh penjabat dalam waktu yang sangat lama, yaitu sekitar dua tahun. Kewenangan penjabat dan kepala daerah definitif sangat jauh berbeda. Penjabat tidak memiliki kewenangan dalam mengeluarkan keputusan strategis,” kata Septa kepada wartawan di Jakarta, Senin (10/01/2022).
Meskipun Permendagri No.74 tahun 2016 sudah memberikan kewenangan kepada penjabat kepala daerah untuk menandatangani RAPBD, APBD dan melakukan pengangkatan pejabat daerah secara terbatas, menurut Septa, kewenangan penjabat tetap masih sangat terbatas dan berpotensi menimbulkan persoalan lain.
“Penjabat kepala daerah tetap tidak punya kewenangan dalam mengeluarkan, memperpanjang, atau membatalkan perizinan. Ada kasus di Lumajang dimana keputusan penjabat kelapa daerah dibatalkan oleh pengadilan karena bukan bagian dari kewenangannya,” ujarnya.
Selain itu, Septa juga menyoroti bahwa Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) yang menjadi dasar penyusunan APBD melekat pada kepala daerah definitif. Dengan berakhirnya masa jabatan kepala daerah maka akan berakhir pula RPJMD-nya.
“Dengan masa yang cukup lama, penjabat kepala daerah tak punya RPJMD karena RPJMD adalah turunan dari visi dan misi kepala daerah terpilih dan disusun untuk jangka lima tahunan. Jadi, daerah-daerah akan berpotensi menjadi tidak terarah dalam dua tahun kedepan karena penjabat kepala daerah tidak punya itu,” ucapnya.
Lebih lanjut, Septa juga menjelaskan potensi kekacauan ini juga bisa berasal dari penguasaan yang minim penjabat kepala daerah terhadap daerah yang akan dipimpinnya.
“Para penjabat yang akan ditunjuk kemungkinan besar berasal dari pusat untuk mereka yang eselon I dan dari provinsi untuk eselon II. Selain kemungkinan tidak menguasai permasalahan di daerah, ada potensi rangkap jabatan seperti kebiasaan-kebiasaan sebelumnya. Ini pasti akan buruk untuk jangka waktu yang lama karena tidak bisa fokus dan harus berbagi waktu. Belum lagi ada potensi diganti di tengah jalan,” jelas Septa.
Tidak hanya itu, Septa juga mengaitkan dengan peran penting kepala daerah dalam pemulihan ekonomi pasca pandemi. Menurutnya, kepemimpinan para penjabat berpotensi menghambat program pemulihan ekonomi.
Selain itu, Septa juga mengajak publik untuk mengawasi proses penunjukan pj. kepala daerah. Menurutnya, proses penunjukan ini berpotensi sarat dengan kepentingan politik jangka pendek dan transaksional.
“Dalam waktu yang cukup lama, posisi penjabat ini akan menjadi incaran banyak orang. Dengan ongkos yang kecil, bisa menjadi pj. dalam waktu cukup lama. Ini berpotensi menjadi politik transaksional,” tuturnya.
Editor: Redaktur TVRINews
Terbaru
Rekomendasi

DPRD Kaltim Sahkan Perda RT/RW 2022-2024
